Indonesia Terlibat Dalam Majelis Sastra Asia Tenggara di Brunei
RIAUCERDAS.COM - Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera) mengikuti rangkaian kegiatan Mastera yang diselenggarakan oleh Mastera Brunei Darussalam. Rangkaian kegiatan ini meliputi Seminar Antarbangsa Kesusatraan Asia Tenggara (SAKAT) 2024, Penganugerahaan Sastrawan Ke-7 Mastera, Festival Teater Mastera 2024, serta Sidang ke-28 Mastera.
Kegiatan ini berlangsung mulai 30 September hingga 3 Oktober 2024. Acara ini dilaksanakan bergilir setiap tahunnya di negara-negara anggota Mastera, yakni Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura.
Seminar Antarbangsa Kesusastraan Asia Tenggara (SAKAT) adalah sebuah pertemuan akademik kesastraan tingkat regional yang melibatkan para sastrawan, akademisi, dan peneliti dari negara-negara di Asia Tenggara.
Tujuan utama SAKAT adalah untuk memperkuat hubungan kesusastraan antarnegara di kawasan ini, mempromosikan kajian sastra lintas budaya, serta mengeksplorasi berbagai isu dan tema terkait kesusastraan kontemporer di Asia Tenggara.
SAKAT juga berfungsi sebagai ajang pertukaran ide dan memperluas wawasan terkait perkembangan sastra di masing-masing negara peserta, serta mempererat kerja sama kesastraan antarbangsa di kawasan Asia Tenggara.
SAKAT 2024 berlangsung selama dua hari di Balai Sarmayuda, Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP), Brunei Darussalam, sejak 30 September hingga 1 Oktober 2024.
Dr. Siti Norkhalbi binti Haji Walsahfelah, Timbalan Setiausaha Tetap, Kementerian Kebudayaan, Belia, dan Sukan Brunei Darussalam sebagai tamu kehormatan dalam SAKAT kali ini, sekaligus menyampaikan piagam dan cenderamata kepada pemakalah dan moderator secara simbolis.
Dalam sambutannya, Hajah Haireni binti Haji Awang Damit, Pemangku Pengarah DBP, selaku Pengerusi Mastera Brunei Darussalam menyampaikan bahwa pelaksanaan seminar merupakan forum keilmuan yang sangat bermanfaat dalam rangka pertukaran informasi di bidang sastra.
“Seminar ini membuka ruang dan peluang dalam penyebaran ilmu yang berharga bukan sahaja daripada para pakar, cendekiawan dan intelektual dari negara anggota Mastera, melainkan juga dari negara Jerman,” ujarnya dalam bahasa Melayu.
Haireni menambahkan bahwa sastra sejak sekian lama mengalami transformasi dari pelbagai sudut, baik dalam konteks genre, kandungan, maupun produk sastra. Pengurusan sastra jika dilaksanakan dengan baik akan menjadi entiti ekonomi yang produktif, kondusif dan mapan.
SAKAT 2024 pada tahun ini mengetengahkan tema Tranformasi Sastera dalam Ekonomi Kreatif yang antara lain akan membincangkan dan membahas mengenai potensi sastra dalam menjana ekonomi.
“Alhamdulillah, SAKAT dapat mengeratkan jalinan hubungan sastera dan budaya dalam lingkungan negara Asia Tenggara, memperkembangkan sastera dalam industri kreatif, serta memacu kebolehdayaan sastera Melayu di tahap pasaran global,” tutupnya.
Seminar kali ini menampilkan presentasi makalah, dan diskusi panel oleh pemakalah-pemakalah yang berasal dari negara anggota Mastera yakni, Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura, serta pemakalah undangan dari Jerman.
Mastera Indonesia menghadirkan Prof. Dr. Yulianeta dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) sebagai pemakalah dari Indonesia. Yulianeta menyajikan makalah dengan judul Sastra Indie, yang memaparkan tentang peran sastra indie dalam era digital dapat menjadi inspirasi bagi generasi muda.
Menurutnya, Sastra indie memberi kebebasan berekspresi bagi penulis karena diproduksi secara independen. Gaya penulisan yang relevan dengan tren kekinian mampu menarik perhatian generasi muda untuk menuangkan ide kreatif mereka.
Selain itu, kemudahan akses melalui platform digital memungkinkan sastra indie dijangkau oleh berbagai lapisan masyarakat, tidak hanya untuk dinikmati, tetapi juga dipelajari. Teknologi digital juga mendukung generasi muda dalam literasi, menyediakan sarana untuk membaca, menulis, dan berbagi karya sastra dengan mudah. Inovasi ini juga berperan penting dalam melestarikan budaya dan bahasa Indonesia di tengah perkembangan zaman.
Neta melanjutkan bahwa penting memberikan ruang bagi setiap bentuk ekspresi sastra agar generasi muda bisa belajar dan mengembangkan minat mereka dalam bersastra.
“Jika kita terus-menerus mempertanyakan kualitas karya tanpa melihat peran pendidikan dan proses kreatifnya, justru mengerdilkan semangat literasi yang kita bangun di era digital ini,” tutupnya mengakhiri paparannya.
Teater Mastera
Dewan Bahasa dan Pustaka sebagai Sekretariat Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera) Brunei Darussalam sukses menyelenggarakan Festival Teater Mastera 2024 (Apresiasi Naskah Drama) sebagai bagian dari rangkaian kegiatan utama Sidang Ke-28 Mastera.
Acara ini berlangsung pada Rabu, 2 Oktober 2024, di Balai Sarmayuda, Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP), Berakas, Brunei Darussalam. Festival tersebut menampilkan seniman teater dari empat negara anggota Mastera: Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura.
Festival ini dibuka Awang Abdul Aziz bin Haji Hamdan, Anggota Majelis Permusyawaratan Negara. Selain itu, hadir pula Dr. Siti Norkhalbi binti Haji Wahsalfelah, Wakil Sekretaris Tetap (Kebudayaan) Kementerian Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga, serta Yang Mulia Dayang Hajah Haireni binti Haji Awang Damit, Penjabat Direktur Dewan Bahasa dan Pustaka yang juga Ketua Mastera Brunei Darussalam. Acara ini turut dihadiri pejabat pemerintah, perwakilan negara anggota Mastera, seniman, mahasiswa, dan masyarakat umum.
Pementasan teater melibatkan kelompok-kelompok teater dari keempat negara, dimulai dengan PUTRA Seni dari Brunei Darussalam yang membawakan teater berjudul Shahifah, diikuti oleh Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dengan monolog Hutan Betina, Badan Budaya DBP Malaysia dengan Gelodak: Sebuah Monodrama, dan Goal Aspiration dari Singapura dengan Keraguan: Sebuah Forum Teater.
Penampilan monolog dari UPI yang dibawakan oleh Dilla Nur Asa dan Shahira Azra Syah menjadi sorotan utama festival ini. Membawakan monolog Hutan Betina karya Iman Soleh, Dilla sukses memukau penonton dengan penghayatan mendalam terhadap karakter yang ia perankan.
Setiap dialog disampaikan dengan ketegangan emosional yang kuat, membawa penonton ke dalam pengalaman yang dramatis. Suara latar dan pencahayaan yang disusun oleh Shahira Azra dan tim semakin memperkuat atmosfer pertunjukan, memberikan sentuhan dramatis yang menyatu dengan alur cerita.
Kesan mendalam dari penampilan ini tidak lepas dari persiapan yang dilakukan oleh tim UPI di bawah bimbingan dosen mereka, Prof. Dr. Yulianeta bersama dengan penulis naskah Iman Soleh dan sutradara Mazeinda.
Ketekunan dan komitmen tinggi yang mereka tunjukkan terbayar dengan apresiasi luar biasa dari penonton. Tepuk tangan meriah di Balai Sarmayuda, sebagai tanda pengakuan atas kualitas estetika dan tema yang diusung dalam monolog tersebut.
Menurut Dr. Maslin, seorang dosen dari Brunei Darussalam yang turut menyaksikan penampilan tersebut, monolog Hutan Betina adalah sebuah teater yang berkesan dan merupakan paket lengkap. Suara, stamina, koreografi, musik, serta tata lampu semuanya terjalin dengan sempurna, menciptakan penghayatan yang luar biasa.
Pada kesempatan yang sama, Yulianeta sebagai dosen pembimbing yang mendampingi tim UPI, tidak dapat menyembunyikan rasa bangga dan haru atas dedikasi para mahasiswa.
"Saya sangat bangga dengan kesungguhan mereka. Pementasan ini bukan hanya sekadar pertunjukan, tapi juga cara kami memperkenalkan budaya Indonesia melalui seni teater yang bermakna," ungkapnya.
Dilla Nur Asa, pemeran dalam monolog Hutan Betina, berbagi kesannya setelah tampil di atas panggung. "Rasanya sangat menegangkan sekaligus menggugah. Ini adalah pengalaman pertama saya tampil di panggung internasional, dan saya merasa terhormat bisa memperkenalkan cerita ini kepada audiens Brunei", ujarnya.
"Persiapan yang intens dengan bimbingan dari dosen kami membantu saya menghayati peran ini dengan lebih mendalam. Saya sangat bersyukur melihat apresiasi yang diberikan penonton, tepuk tangan mereka benar-benar membuat semua kerja keras kami terbayar,” tambahnya.
Senada dengan Dilla, Shahira Azra Syah yang mengatur tata suara dan mendukung Dilla dalam pertunjukan, merasa bangga bisa menjadi bagian dari tim.
"Kami telah berlatih berhari-hari untuk memastikan semua elemen, termasuk suara, dapat berjalan mulus. Suasana yang kami bangun melalui tata suara diharapkan mampu membawa penonton lebih dalam ke dalam alur cerita. Ketika penonton memberikan respons positif, itu adalah hadiah terbaik bagi kami semua. Kerja sama dengan tim dan dukungan dari dosen kami dan dukungan dari Badan Bahasa, Kemendikbudristek membuat segalanya mungkin," ungkap dia.
Penampilan Hutan Betina benar-benar menjadi salah satu highlight dalam Festival Teater Mastera 2024, membawa kebanggaan tersendiri bagi delegasi Indonesia. Tepuk tangan riuh yang menggema menjadi bukti penghargaan yang diberikan oleh penonton atas keindahan dan kedalaman pesan yang disampaikan melalui monolog tersebut. (rls)
What's Your Reaction?