SMK Disebut Jadi Garda Depan Ketahanan Pangan Nasional

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah menegaskan bahwa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) memiliki peran strategis dalam memperkuat ketahanan pangan Indonesia di masa depan.

SMK Disebut Jadi Garda Depan Ketahanan Pangan Nasional
Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Atip Latipulhayat berbincang saat hadir dalam Simposium Penyelarasan dan Revitalisasi Vokasi Bidang Ketahanan Pangan yang digelar Direktorat SMK PKPLK di Jakarta, Senin (8/12/2025) lalu. (Sumber: Kemendikdasmen)
  • Kemendikdasmen menegaskan SMK memiliki peran strategis dalam memperkuat ketahanan pangan Indonesia di masa depan
  • Faktor manusia tetap menjadi fondasi utama dalam ketahanan pangan nasional
  • Transformasi peran guru dan kemitraan dengan industri juga menjadi elemen kunci

RIAUCERDAS.COM, JAKARTA - Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah menegaskan bahwa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) memiliki peran strategis dalam memperkuat ketahanan pangan Indonesia di masa depan.

Pesan itu disampaikan Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Atip Latipulhayat, dalam Simposium Penyelarasan dan Revitalisasi Vokasi Bidang Ketahanan Pangan yang digelar Direktorat SMK PKPLK di Jakarta, Senin (8/12/2025).

Dalam paparannya, Wamen Atip menyebut bahwa sektor pangan sedang bergerak menuju perubahan fundamental dalam 5–10 tahun mendatang. Karena itu, pendidikan vokasi, khususnya SMK bidang pangan harus menjadi garda depan dalam menyiapkan sumber daya manusia yang kompeten, adaptif, dan mampu menjawab tantangan baru.

Ia menjelaskan ada lima perubahan utama yang akan mendefinisikan masa depan pangan Indonesia: pangan semakin berbasis data dan teknologi, transisi menuju sistem pangan berkelanjutan, rantai pasok yang makin pendek dan berbasis lokal, urgensi regenerasi pelaku sektor pangan, serta meningkatnya nilai ekonomi pangan sebagai bagian dari kekuatan ketahanan nasional.

“Kita tidak hanya berbicara soal cukup atau tidaknya pangan, tetapi juga menyangkut ketahanan sistem produksi, ketahanan rantai pasok, dan ketahanan sumber daya manusianya,” ujar Wamen Atip.

Untuk menjawab perubahan itu, ia menegaskan sejumlah penyesuaian penting yang harus segera dilakukan dunia pendidikan vokasi.

Di antaranya transformasi kompetensi menuju food-tech dan agri-tech, pembelajaran berbasis masalah nyata, penguatan green skills, hingga penyelarasan program SMK dengan potensi pangan daerah. Transformasi peran guru dan kemitraan dengan industri juga menjadi elemen kunci.

Menurutnya, faktor manusia tetap menjadi fondasi utama dalam ketahanan pangan nasional. “Ketahanan pangan Indonesia tidak hanya ditentukan oleh lahan dan teknologi, tetapi juga oleh kualitas SDM yang mampu mengelolanya. SMK bidang pangan adalah investasi strategis bangsa,” tegasnya.

Wamen Atip berharap simposium ini menjadi momentum memperkuat komitmen seluruh pemangku kepentingan dalam memajukan pendidikan vokasi di bidang pangan.

“Mari kita pastikan SMK pangan menjadi motor penggerak kemandirian bangsa. Mari kita bangun masa depan pangan Indonesia yang tangguh, inovatif, dan berkelanjutan,” ujarnya. (rls)