Gara-gara Hal Ini, Lulusan SMK Sumbang Angka Pengangguran di Indonesia
Banyak SMK yang memiliki konsentrasi keahlian yang jenuh. Alhasil, lulusannya tak terserap ke pasar kerja. Kondisi ini menjadi salah satu penyumbang angka pengangguran di Indonesia.
DIREKTUR SMK Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Wardani Sugiyanto menilai saat ini banyak SMK yang memiliki konsentrasi keahlian yang jenuh. Alhasil, lulusannya tak terserap ke pasar kerja.
Hal itu disampaikan Wardani dalam talk show yang digelar pascapeluncuran Pergub Vokasi, Selasa (22/2/2022). Dia menerangkan, beberapa jurusan yang termasuk jenuh adalah manajemen bisnis, teknik sepeda motor, Teknik Komputer Jaringan, dan multimedia.
"Diharapkan jurusan-jurusan ini digeser ke jurusan yang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha. Kalau ada tiga kelas, kurangi saja jadi satu kelas. Dua kelas lainnya dialihkan ke jurusan yang memang dibutuhkan dunia usaha," kata dia. Apalagi, dengan kondisi ini, lulusan SMK menjadi penyumbang angka pengangguran di Indonesia.
Wardani menyebut, boleh-boleh saja mempertahankan jurusan yang sudah jenuh itu. Tapi diisi dengan keahlian khusus. Seperti bisnis manajemen, dikuatkan kemampuan berbahasa inggris. Sementara, jurusan Teknik Informatika diarahkan memperkuat materi tentang bisnis daring.
Dengan adanya Pergub Vokasi di Riau, Wardani melihat ada upaya pemerintah dalam mengembangkan pendidikan vokasi. Karena dengan payung hukum ini SMK dan politeknik yang ada di Riau bisa mengembangkan diri. Sementara, dunia usaha dan dunia industri (DUDI) didorong memberi pelatihan dan kesempatan magang pada siswa dan guru.
Sementara itu, Direktur Penyelenggara Pelatihan Vokasi dan Pemagangan kementerian Tenaga Kerja, Muhammad Ali menjelaskan, ada lembaga riset yang menyatakan bahwa tahun 2030 Indonesia masuk menjadi lima kekuatan ekonomi terbesar di dunia. Tapi ada syaratnya. Indonesia harus punya 113 juta tenaga kerja terampil.
"Ini bukan kerjaan ringan. Karena itu, relevansi pertemuan saat ini adalah bagaimana menciptakan tenaga kerja terampil setidaknya 2,3 juta setahun," tuturnya. Hal ini dianggap tak sulit. Karena tiap tahun, ada 3,3 juta lulusan SMK dan perguruan tinggi di Indonesia.
Pertanyaan, apakah 3,3 juta lulusan SMK dan Politeknik itu dapat terserap ke pasar kerja. Dia mencontohkan, di Balai Latihan Kerja (BLK) saja, hampir 50 persen lulusan SMK, 30 persen lulusan sarjana, 20 persen diploma.
Sementara, di negara maju, yang mengisi pendidikan vokasi adalah para pekerja yang ingin meningkatkan kemampuan pribadi mereka.
"Mereka yang di PHK, kehilangan pekerjaan karena disrupsi, atau ingin meningkatkan kemampuannya, itulah yang mengisi layanan pelatihan vokasi. Berbeda dengan di Indonesia yang ikut pelatihan vokasi adalah fresh graduade," kata dia.
Untuk itu, Ali menilai, metode yang paling efektif memenuhi kebutuhan industri adalah melakukan pemagangan. Karena itulah, Kemenaker telah memiliki program paket pemagangan.
"Riau termasuk provinsi yang mendapatkan paket pemagangan tersebut. Namun, diharapkan dunia industri juga proaktif melakukan program pemagangan mandiri," ujarnya.
Pergub vokasi ini, kata dia, memiliki daya ungkit yang tinggi. Karena dunia industri mengharapkan adanya SDM yang berkualitas sesuai dengan kualifikasi yang mereka butuhkan.
Head Corporate Social Responsibility Manager, Astra Internasional, Bima Krida Pamungkas menjelaskan, tanpa sumber daya dari SMK, Astra tak akan bisa berkembang. Karena 60 persen dari 180 ribu karyawan Astra merupakan lulusan pendidikan vokasi.
Karena itu, Astra mulai melakukan program peningkatan kemampuan siswa. Juga kepada guru. Sehingga apa yang ingin dicapai oleh Astra, disampaikan langsung oleh guru di sekolah-sekolah yang menjadi mitra mereka.
Astra juga ingin mendukung pendidikan vokasi. Yaitu, selain bekerja juga melanjutkan pendidikan vokasi dan wirausaha. Program ini dikembangkan untuk siswa yang akan lulus SMK. (*)
What's Your Reaction?