Apakah Perppu Cipta Kerja Penuhi Standar Kegentingan? Begini Pendapat Rektor UIR

Tiga standar atau parameter kegentingan itu disampaikan Rektor UIR saat jadi narasumber dalam Seminar Nasional bertajuk 'Quo Vadis Perppu Cipta Kerja' yang dilaksanakan Badan Keahlian DPR RI di Hotel Borobudur Jakarta, Jumat (26/1/2023) siang. 

Jan 28, 2023 - 09:09
 0
Apakah Perppu Cipta Kerja Penuhi Standar Kegentingan? Begini Pendapat Rektor UIR
Rektor UIR, Prof Syafrinaldi menjadi salah satu narasumber dalam seminar nasional yang membahas 'Quo Vadis Perppu Cipta Kerja' yang dilaksanakan Badan Keahlian DPR RI di Hotel Borobudur Jakarta, Jumat (26/1/2023) siang. 

RIAUCERDAS.COM - Langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja beberapa waktu lalu menuai pro dan kontra. Tak terkecuali di kalangan akademisi.


Untuk diketahui, Perppu itu lahir sekitar 1,5 tahun setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Undang Undang Cipta Kerja inkonstitutional bersyarat. MK juga mengharuskan pemerintah memperbaikinya dalam jangka waktu dua tahun. 


Terkait hal itu, Rektor Universitas Islam Riau (UIR), Prof Dr H Syafrinaldi SH MCL membeberkan standar atau parameter kegentingan yang memaksa dalam merespon Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. 


Menurut dia, ada tiga parameter dalam mengukur kegentingan yang memaksa. Standar itu merujuk kepada Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009. Pertama, adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang.

BACA JUGA: Membanggakan, Alumni Teknik Perminyakan UIR Ini Raih Beasiswa di King Fahd University


"Kedua, undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau undang-undangnya ada tetapi tidak memadai," ujar Syafrinaldi dalam Seminar Nasional bertajuk 'Quo Vadis Perppu Cipta Kerja yang dilaksanakan Badan Keahlian DPR RI di Hotel Borobudur Jakarta, Jumat (26/1/2023) siang. 


Seminar dibuka Wakil Ketua BURT (Badan Urusan Rumah Tangga) DPR RI, Dr HR Achmad Dimiyati Natakusumah, SH, MH MSi, dan turut dihadiri Kepala Badan Keahlian DPR RI Dr Insonetius Samsul SH MHum serta Kepala Pusat Kajian Anggaran Dr Helmizar ME. Tampak pula sejumlah rektor dari berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta.


Parameter ketiga, tambah Syafrinaldi, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa. Karena akan memerlukan waktu yang cukup lama. Sedangkan keadaan mendesak tersebut perlu kepastian hukum untuk diselesaikan.


Standar yang sama, kata Syafrinaldi, juga disampaikan Prof Jimly Asshiddiqie. Yakni, adanya unsur ancaman yang membahayakan (dangerous threat), adanya unsur kebutuhan yang mengharuskan (reasonable necessity), dan adanya unsur keterbatasan waktu (limited time) yang tersedia.

BACA JUGA: Prof Nurman Dikukuhkan Jadi Guru Besar Kebijakan Publik di Fisipol UIR


''Dari ketiga standar tersebut dapat disimpulkan bahwa Perppu ditetapkan dalam hal terjadinya kegentingan yang memaksa untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat,  undang-undang yang dibutuhkan tidak memadai dan waktu yang tersedia terbatas untuk bertindak. Frase kegentingan yang memaksa tidak identik dengan makna keadaan bahaya dalam Pasal 12 UUD NRI 1945,'' papar Syafrinaldi.


Terkait apakan penerbitan Perppu Cipta Kerja memenuhi ketiga standar itu atau tidak, Syafrinaldi membedahnya dari tiga perspektif. Pertama, aspek keadaan mendesak yang dilatar belakangi oleh kondisi ekonomi dan ancaman inflasi dengan berbagai dampak yang ditimbulkan. 


Kedua, dari perspektif regulasi yang tersedia. Dimana tidak ada aturan hukum yang efektif mengingat regulasi utama yang dapat menanggulangi ancaman ekonomi dan inflasi tidak memadai sebagai dampak dari adanya Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menyatakan bahwa UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat. 


Ketiga, dari perspektif keterbatasan waktu. Kedua kondisi sebelumnya tidak dapat ditangani apabila perbaikan terhadap UU Ciptaker atas Putusan MK dilakukan dengan prosedur yang umum.


''Jadi sesungguhnya dari ketiga paramater, Perppu Cipta Kerja telah memenuhi ketiga standar penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Hanya saja soal keadaan mendesak, ini sifatnya relatif dan sangat bergantung pada sudut pandang. Saya dan banyak akademisi beranggapan, ukurannya subyektif. Artinya alasan yang disampaikan pemerintah terkait keadaan mendesak juga bersifat subyektif,'' terang Rektor UIR.


Syafrinaldi mengajak agar menunggu putusan MK. Sebab Perppu itu sendiri sedang diuji di MK. ''Ada elemen masyarakat yang sedang mengujinya di MK,'' ujar Syafrinaldi.


Sementara, selain Syafrinaldi, ada narasumber lain yang dihadirkan dalam seminar yang diikuti 400 peserta itu. Seperti Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Elen Setiadi, SH, MSE, Aktivis dan Wakil Ketua STHI Jakarta, Asfinawati, Analisis Legislatif Ahli Muda Badan Keahlian DPR RI, Teddy Prasetiawan ST MT serta Eisha Maghfiruha Rachbini, SE, MSc, PhD. 


Di sesi lainnya yang mengusung tajuk , 'Prospek Perekonomian Nasional, Tinjauan: Fungsi APBN sebagai Shock Absorber (Peredam Kejut) di Tengah Ketidak-pastian Global, juga hadir sejumlah narasumber. Seperti Prof Dr Intiyas Utami SE MSi, Ak (Rektor Universitas Kristen Satya Wacana).


Kemudian, hadir pula Prof Dr Rina Indiastuti SE MSIE (Rektor Universitas Padjajaran), Yulianti Abbas ME PhD (Ketua Departemen Akuntansi FEB Universitas Indonesia), Dwi Resti Pratiwi ST MPM (Analis APBN Ahli Muda BK DPR), Dr James Gomez (Regional Director at Asia Center). 


Di luar itu terdapat pula Rektor Universitas Sebelas Maret, Prof Dr Jamal Wiwoho SH MHum, Rektor Universitas Tanjung Pura,Prof Dr Garuda Wiko SH MSi, dan Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Muhammad Edhie Purnawan MA PhD. Lalu, ada Analisis Legislatif Ahli Madya Bidang Anggaran BK DPR RI,Dr Ari Mulianta Ginting.


Mereka tampil dengan makalah berjudul, 'Persiapan Pelaksanaan Keserentakan Pemilu 2024, Tinjauan: Fungsi APBN sebagai Shock Absorber (Peredam Kejut) di Tengah Ketidakpastian Global'. 


Nara sumber lain membedah 'Qua Vadis RUU Sisdiknas. Masing-masing Arianto Nugroho SH SPd MH (Ketua Program Studi Hukum Universitas Negeri Surabaya), Prof Dr H Ganefri MPd PhD (Rektor Universitas Negeri Padang), dan Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia, Prof Dr Cecep Darmawan SPd SIP SH MH MSi. (rls)

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow

Hendra Moderator, penulis