Peran Pers Dianggap Penting untuk Menurunkan Kasus Stunting di Riau
Pers dianggap memiliki peran penting dalam upaya mengatasi masalah kesehatan di masyarakat. Salah satu fungsi pers untuk pendidikan dinilai sangat strategis mengubah perilaku. Karena pers mampu mengedukasi publik dan bukan sekadar memberikan informasi.
PERS dianggap memiliki peran penting dalam upaya mengatasi masalah kesehatan di masyarakat. Salah satu fungsi pers untuk pendidikan dinilai sangat strategis mengubah perilaku. Karena pers mampu mengedukasi publik dan bukan sekadar memberikan informasi.
"Jika berbicara tentang isu kesehatan, banyak sekali sebenarnya yang dapat diangkat oleh pers. Seperti kesehatan ibu dan anak, kematian bayi dan balita, penyakit menular, HIV, tuberkulosis, malaria, DBD dan lain-lain," tutur Satria Utama Batubara dari PWI Riau, Senin (25/4/2022).
Hal itu disampaikan Satria saat hadir dalam Diskusi Forum Jurnalis Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) Provinsi Riau dan Perwakilan BKKBN Riau dalam percepatan penurunan stunting. Kegiatan ini juga dihadiri Kepala Perwakilan BKKBN Riau, Dra. Mardalena Wati Yulia M.Si.
Menurut Satria, meski punya peran penting, ada masalah utama pers terkait liputan kesehatan. Dia merujuk hasil penelitian Maksimainen yang menyebut masalah utama berita kesehatan adalah kurang pahamnya jurnalis terhadap ilmu kesehatan. Di samping itu, ketidakmampuan wartawan menyajikan dengan bahasa yang sederhana.
"Bahasa yang sederhana ini penting agar informasi yang ditulis mudah dimengerti oleh masyarakat awam. Sehingga, informasi terkait kesehatan yang perlu diketahui bisa diserap oleh masyarakat," paparnya.
Masalah ini, tambahnya, menjadi tantangan sendiri. Bagaimana memperbaiki kompetensi jurnalis yang meliput bidang kesehatan. Dia menilai, perlu ada interaksi ilmu antara jurnalis dengan orang yang bergerak di bidang kesehatan. Sehingga, tidak terjadi salah kaprah.
Masalah lainnya, bidang kesehatan menjadi satu dari tiga isu yang kerap dijadikan bahan hoaks setelah isu sosial politik dan SARA. Hal itu sesuai dengan survei Mastel tahun 2017 lalu. Ditambah lagi tingkat literasi masyarakat yang rendah. Sehingga mereka lebih mudah percaya dengan informasi yang termasuk hoaks.
Untuk itu, pers perlu memperkuat peran sebagai lembaga yang mendidik masyarakat agar mereka bisa mengubah perilaku yang tidak baik menjadi lebih baik. Satria juga menyampaikan peran penting pers lainnya, yaitu sebagai kontrol sosial. Menurut dia, pers berperan memantau program yang dibuat untuk publik. Termasuk terkait kesehatan.
"Ini menjadi suatu hal yang penting. Dimanapun, instansi memerlukan lembaga yang melakukan kontrol. Kalaupun ada instansi punya program, tapi jika tidak dikontrol, bisa jadi ada masalah di dalamnya," kata dia.
Sementara, Kepala Perwakilan BKKBN Riau, Dra. Mardalena Wati Yulia M.Si menjelaskan bahwa upaya menurunkan angka stunting di Riau saat ini terus dilakukan. Terutama oleh BKKBN yang dalam Perpres 72 tahun 2021 perannya sangat sentral dalam mengatasi masalah stunting.
Saat ini, tambah Mardalena, angka stunting di Riau adalah 22,3 persen. Jumlah ini masih di atas standar World Health Organization (WHO) yaitu 20 persen. Sementara, Presiden Joko Widodo pun sudah menetapkan target angka itu turun sampai 14 persen di tahun 2024.
Upaya penurunan kasus stunting itu dilakukan melalui pendekatan keluarga. Dimana ada lima caranya. Yaitu penyediaan data keluarga berisiko stunting, pendampingan keluarga berisiko stunting, pendampingan semua calon pengantin/calon pasangan usia subur (PUS), Surveilans keluarga berisiko stunting dan audit kasus stunting.
"Pengalaman kita sepanjang tahun 2019 ke 2021, hanya mampu menurunkan 1 digit. Artinya, dengan waktu yang tinggal sedikit, semua pihak butuh upaya besar dalam menurunkan 8,3 persen lagi kasus stunting agar memenuhi target yang diberikan Presiden," kata dia.
Untuk itu, dibutuhkan berbagai upaya. Langkah yang dilakukan tertuang dalam rencana aksi nasional percepatan penurunan angka stunting Indonesia (RAN PASTI) 2021-2024. Dimana, tujuannya adalah menurunkan prevalensi stunting, meningkatkan kualitas penyiapan kehidupan berkeluarga, menjamin pemenuhan asupan gizi, memperbaiki pola asuh, meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan serta meningkatkan akses air minum dan sanitasi.
Di Riau, terangnya, ada 216 daerah locus operasi stunting. Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) pun telah terbentuk. Dimana di tingkat provinsi diketuai langsung oleh Wakil Gubernur Riau, Edy Natar Nasution. Saat ini, terang Mardalena, tinggal 21 desa yang belum terbentuk TPPS-nya.
Dia mengakui, banyak pihak yang telah bertungkus lumus mengupayakan agar angka stunting turun drastis. Namun, menurutnya langkah yang dilakukan perlu peran dari berbagai pihak. Termasuk meningkatkan akses informasi agar stunting dapat diatasi. Di sinilah Mardalena menilai peran pers sangat penting. (*)
What's Your Reaction?