Orang Tua Diajak Terapkan Prinsip “Tunggu Anak Siap” Sebelum Masuk Dunia Digital

Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid mengajak orang tua dan masyarakat menerapkan prinsip “Tunggu Anak Siap” sebelum mengenalkan anak pada ruang digital. Ajakan ini sejalan dengan implementasi PP Nomor 17 Tahun 2025 tentang Pelindungan Anak di Ruang Digital (PP Tunas) untuk memastikan keamanan dan tumbuh kembang anak di era digital.

Orang Tua Diajak Terapkan Prinsip “Tunggu Anak Siap” Sebelum Masuk Dunia Digital
Menteri Komunikasi Digital, Meutya Hafid. (Sumber: Komdigi.go.id)
  • Menkomdigi Meutya Hafid mengajak orang tua menerapkan prinsip “Tunggu Anak Siap” sebelum anak memasuki ruang digital.

  • PP Tunas menempatkan Indonesia sebagai negara kedua di dunia dengan regulasi khusus perlindungan anak di ruang digital.

  • Keberhasilan perlindungan anak di dunia digital membutuhkan peran bersama orang tua, sekolah, komunitas, dan platform digital.

RIAUCERDAS.COM, JAKARTA - Meningkatnya risiko anak di ruang digital mendorong pemerintah mengambil langkah tegas. Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mengajak seluruh lapisan masyarakat, khususnya para orang tua, untuk menerapkan prinsip “Tunggu Anak Siap” sebelum memperkenalkan anak pada dunia digital.

Ajakan tersebut disampaikan sebagai bagian dari komitmen pemerintah dalam mengimplementasikan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Pelindungan Anak di Ruang Digital atau PP Tunas. Menkomdigi menegaskan, regulasi ini hadir bukan untuk menghambat kemajuan teknologi, melainkan sebagai bentuk kepedulian negara terhadap masa depan anak bangsa.

“Pesan utama kami sederhana namun krusial: Tunggu anak siap, Tunas. Pastikan anak benar-benar siap, baik secara usia, kematangan mental, dan adanya pendampingan yang memadai sebelum mereka memasuki dunia digital,” ujar Meutya Hafid.

Ia menekankan bahwa ruang digital memang menawarkan banyak peluang, namun juga menyimpan risiko nyata, seperti paparan konten berbahaya hingga perundungan.

Oleh karena itu, PP Tunas menjadi wujud nyata perhatian Presiden Prabowo terhadap perlindungan generasi muda di tengah pesatnya perkembangan teknologi.

Dengan lahirnya PP Tunas, Indonesia tercatat sebagai negara kedua di dunia setelah Australia yang memiliki regulasi komprehensif khusus terkait perlindungan anak di ruang digital.

Capaian ini sekaligus menempatkan Indonesia sebagai pionir dalam mendorong standar keamanan digital anak di tingkat global.

Menurut Meutya, keberhasilan implementasi PP Tunas sangat bergantung pada kerja kolektif. Perlindungan anak tidak bisa hanya dibebankan kepada pemerintah, melainkan memerlukan peran aktif orang tua, guru, sekolah, dan seluruh komunitas.

“Kita harus bergerak bersama,” tegasnya dilansir dari Komdigi.go.id, Sabtu (13/12/2025).

Komitmen tersebut juga diwujudkan melalui kegiatan talkshow yang menghadirkan pakar pendidikan, psikolog anak, dan praktisi parenting.

Dalam forum tersebut, sejumlah peserta menyampaikan pengalaman dan kegelisahan mereka menghadapi dinamika anak di ruang digital.

Ada orang tua yang bercerita anaknya ingin menonton video terlarang karena pengaruh teman, hingga kisah anak yang kecanduan gim daring dan berujung pada penurunan prestasi sekolah.

“Karena tidak ada pemahaman bisa konsultasi dengan psikolog, akhirnya putus sekolah karena nilainya jelek disebabkan tidak fokus,” ungkap salah satu peserta.

Menanggapi hal tersebut, Menkomdigi kembali menegaskan bahwa PP Tunas hadir menjawab keresahan masyarakat melalui sejumlah ketentuan tegas.

Di antaranya kewajiban verifikasi usia, persetujuan orang tua, pembatasan konten berbasis risiko, serta pelarangan profiling data anak.

“Regulasi ini menjadi landasan hukum untuk memastikan platform digital bertanggung jawab. Melalui edukasi digital yang tepat dan dukungan semua pihak, kita berharap tercipta budaya aman berdigital untuk anak,” pungkas Meutya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media (KPM) Kemkomdigi, Fifi Aleyda Yahya, menambahkan bahwa PP Tunas dirancang untuk menciptakan ruang digital yang aman tanpa mematikan kreativitas dan potensi belajar anak.

“Regulasi ini bertujuan membuka jendela dunia bagi anak dengan manfaat maksimal dan risiko minimal,” jelasnya.

Ia menekankan pentingnya sosialisasi yang masif dan kolaboratif agar pesan “Tunggu Anak Siap” dapat dipahami dan diterapkan secara luas oleh masyarakat. (*)