Nelayan Keluhkan Limbah Perusahaan Bikin Ikan di Sungai Kampar Mati
Ekspedisi Susur Sungai Kampar 2 Mapala Humendala Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Riau sudah memasuki hari keempat. Penulis riaucerdas.com yang turut serta mencatatkan sejumlah hal dalam perjalanan hari keempat ini.
RIAUCERDAS.COM - Sekitar pukul 4 subuh, hujan mengguyur Desa Kuala Terusan tempat tim Ekspedisi Susur Sungai Kampar 2 Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Humendala Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Riau menginap. Meskipun tidak terlalu deras, hawa dari luar masuk ke dalam tenda kami. Dingin langsung terasa di tubuh.
Awalnya tidak terlalu masalah. Namun, selang beberapa menit, air hujan merembes masuk ke dalam tenda yang saya gunakan untuk beristirahat malam itu. Mungkin dikarenakan tenda didirikan di tempat yang rendah.
Saya memilih pindah tidur di warung warga yang kebetulan ada tempat lesehannya. Jadi bisa dipakai untuk membaringkan tubuh yang terasa lelah setelah memasuki hari keempat ekspedisi. Beruntung, hujan mulai reda sekitar pukul 5:30 pagi.
Usai bangun, aroma makanan langsung menggoda penciuman saya. Tim yang bertugas memasak telah menyuguhkan makanan untuk kami. Nasi goreng telur menjadi menu sarapan pagi untuk mengawali hari keempat Ekspedisi Susur Sungai Kampar 2, Kamis (1/12/2022).
Selesai sarapan, Zulki dan Agus anggota Basarnas yang turut mendampingi tim langsung menguras air hujan yang tertampung di dalam perahu karet.
Ada yang berbeda pagi hari keempat ekspedisi itu. Sebelum kami menyusuri sungai, semua tim melakukan briefing kecil untuk mengawali kegiatan bersama. Kali ini, anggota Basarnas, jurnalis dan petugas dokumentasi turut serta.
Menanggapi hal ini, Zulki, anggota Basarnas merasa senang. Karena dengan begini, ia tak sekadar jadi operator perahu karet. Dengan diikutsertakan dalam briefing, Zulki jadi mengetahui secara detail apa saja yang akan dilakukan dalam ekspedisi ini.
"Setiap pagi sebelum kita berangkat harusnya seperti ini briefing kegiatan bersama-sama dan melibatkan kami. Jadi kami merasa bagian dari walaupun berbeda latar belakang namun kita tetap tim untuk menyukseskan apa yang menjadi program adik-adik Mapala," ucapnya.
Pukul 8: 25 pagi, briefing selesai dan tim air langsung bergegas meninggalkan Kuala Terusan. Sekitar 15 menit perahu bergerak ke arah hilir, tim tiba di Desa Sungai Nilo. Seperti biasa, tim mengecek mutu air dan mengambil sampel mikro plastik.
Dirasa sudah cukup, perjalanan berlanjut lebih jauh ke hilir sungai dan tiba di Desa Sering barat. Di pinggir sungai terlihat seorang warga yang sedang menyewakan perahu mesinnya ke pemancing. Warga itu bernama Fikri.
Kepada tim yang mewawancarainya, Fikri mengaku sudah tinggal di desa itu dari kecil. Menurut pria yang juga seorang nelayan ini, dibanding masa dulu, yang terasa berubah adalah hasil tangkapan nelayan yang jauh berbeda.
BACA JUGA: Ekspedisi Susur Sungai Temukan Banyak Sampah dan Diwanti-wanti Ada Buaya
"Dulu ikan di sini banyak dan besar-besar. Berbeda dengan sekarang ikan besar sudah jarang didapat. Jumlah ikan yang didapat cuma sedikit," katanya.
Desa Sering Barat ini merupakan desa yang berada di sekitaran bawah jembatan Jalan Lintas Timur Pangkalan Kerinci. Di bawah jembatan, kami berteduh karena matahari pagi sangat terik sembari menunggu peralatan yang akan diantar tim darat.
Tim air menunggu serokan yang rencananya dipakai untuk memungut sampah dari air. Kami menunggu sekitar 1 jam. Namun barang yang kami tunggu tak kunjung datang. Penyebabnya, jarak tempuh jalur darat dari Kuala Terusan ke desa Sering Barat lebih jauh dibandingkan jalur perairan.
Karena sudah menunggu cukup lama, kami berkomunikasi dengan tim darat untuk melanjutkan perjalanan mengingat waktu sudah menunjukkan 10:30 WIB. Mereka mengiyakan. Tim air pun kembali menyusuri sungai yang airnya berwarna hitam kecoklatan itu.
BACA JUGA: Curhat Nelayan Sungai Kampar: Aktivitas Galian C Bikin Sulit Cari Ikan
Perahu bergerak kencang melintasi sejumlah rambu-rambu di kanan kiri sungai. Kami menuju Desa Sering untuk kembali melakukan pengecekan mutu air dan mengambil sampel mikro. Desa Sering letaknya berdampingan langsung dengan wilayah operasional PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP).
Di desa itu, tim mewawancarai seorang nelayan yang sedang memancing. Sayangnya, pria itu enggan menyebut siapa namanya. Namun, dari penuturannya diketahui bahwa ia sering melihat ikan-ikan di sungai itu mati. Diduga, kondisi itu disebabkan ada perusahaan yang membuang limbahnya ke sungai. Menurutnya, pembuangan limbah biasanya dilakukan saat turun hujan.
"Masyarakat sering melakukan demo terkait limbah yang dibuang di sungai. Kompensasinya yang diberikan berupa barang dan insfratruktur. Namun itu tidak sebanding karena hidup kami tergantung dengan sungai," ucapnya lirih.
Sekitar pukul 12:35 siang, perahu menepi di sekitar perkebunan kelapa sawit. Di sini, kami makan siang dan rehat sejenak. Di kebun kelapa sawit tempat kami beristirahat itu terdapat kanal yang membelah lahan dan bermuara di sungai Kampar.
Air kanal itu terlihat lebih hitam. Berbeda warnanya dengan air sungai Kampar. Di sana, tim sempat mengambil sampel air untuk mengecek mutunya.
Hingga jam 14:00 siang, perjalanan kami lanjutkan. Kami tiba di kawasan wsata cagar budaya Istana Sayap. Satu jam kemudian, tim darat melakukan eksplorasi wisata di Istana Sayap dan sekitar desa yang menjadi saksi sejarah peradaban masyarakat kabupaten Pelalawan itu.
Selain Istana Sayap, di,sana juga terdapat sejumlah benda peninggalan kerajaan. Seperti meriam dan makam raja-raja Pelalawan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya. Tim mencoba mendatangi seorang budayawan setempat. Sayangnya tokoh yang ingin kami temui sedang berada di luar kota. (mid)
What's Your Reaction?