Dr. Saidul Amin Terpilih Ketua Umum MUI Riau 2025–2030, Siap Perkuat Peran Ulama hingga Pelosok Desa
Musyawarah Wilayah MUI Provinsi Riau menetapkan Dr. Saidul Amin, MA sebagai Ketua Umum MUI Riau periode 2025–2030. Muswil yang dihadiri penuh perwakilan daerah ini menandai babak baru kepemimpinan ulama di Riau dengan fokus penguatan peran ulama hingga akar rumput, kemandirian ekonomi organisasi, serta respons terhadap tantangan keumatan di era digital.
RINGKASAN BERITA :
-
Dr. Saidul Amin, MA terpilih sebagai Ketua Umum MUI Riau 2025–2030 melalui Muswil di Pekanbaru.
-
MUI Pusat menekankan peran Riau sebagai tenda besar ormas Islam dan motor penggerak ekonomi syariah.
-
Ketua terpilih menargetkan konsolidasi 100 hari kerja dan penguatan kemandirian ekonomi melalui zakat dan wakaf produktif.
RIAUCERDAS.COM, PEKANBARU - Musyawarah Wilayah (Muswil) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Riau resmi menetapkan Dr. Saidul Amin, MA sebagai Ketua Umum MUI Riau masa khidmat 2025–2030. Penetapan ini menjadi tonggak baru kepemimpinan ulama di Bumi Lancang Kuning dalam menghadapi tantangan umat yang semakin kompleks, Selasa (23/12/2025).
Proses pemilihan Ketua Umum MUI Riau berlangsung khidmat di Gedung Darma Wanita, Pekanbaru, sejak pagi hingga malam hari. Muswil tersebut dihadiri jajaran pengurus MUI Pusat, tokoh-tokoh agama, serta perwakilan dari 12 kabupaten/kota se-Provinsi Riau, dengan tingkat kehadiran pleno mencapai 100 persen.
Ketua Umum MUI Riau periode 2020–2025, Prof. Dr. H. Ilyas Husti, MA, menyampaikan rasa syukur atas selesainya amanah kepemimpinannya selama lima tahun. Ia menegaskan bahwa selama masa khidmatnya, MUI Riau telah memperkuat pondasi organisasi, khususnya melalui digitalisasi dakwah dan penguatan sertifikasi halal.
“Kami menyerahkan tongkat estafet ini dengan keyakinan penuh bahwa di bawah kepemimpinan Dr. Saidul Amin, MUI Riau akan melompat lebih tinggi. Selama lima tahun ini, kita telah membangun sistem, dan kini saatnya sistem itu berjalan untuk kemaslahatan umat yang lebih luas,” ujar Prof. Ilyas Husti.
Ia juga menitipkan pesan agar kepengurusan baru tetap menjaga independensi ulama, namun tidak bersikap kaku dalam menjalin kerja sama dengan pemerintah daerah.
Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal MUI Pusat, Dra. Nilmayetti Yusri, yang hadir mewakili pengurus pusat, mengapresiasi jalannya musyawarah yang berlangsung sejuk dan demokratis. Ia menegaskan posisi strategis Riau sebagai provinsi dengan basis umat Islam yang kuat di gerbang Pulau Sumatera.
“MUI Riau 2025–2030 memiliki beban moral untuk menjadi tenda besar bagi seluruh organisasi kemasyarakatan Islam. Jangan ada ego sektoral. Kami berharap Riau dapat menjadi motor penggerak ekonomi syariah serta penguatan fatwa yang responsif terhadap isu-isu kontemporer,” tegas Nilmayetti.
Ia juga mengingatkan bahwa tantangan ke depan tidak hanya soal perbedaan pandangan keagamaan, tetapi juga ancaman pendangkalan akidah melalui media sosial yang perlu diantisipasi oleh para ulama, khususnya generasi muda.
Dalam sambutan perdananya sebagai Ketua Umum terpilih, Dr. Saidul Amin, MA, menegaskan bahwa dirinya tidak ingin MUI Riau hanya menjadi lembaga seremonial. Rektor Universitas Muhammadiyah Riau (UMRI) itu menekankan pentingnya revitalisasi peran ulama agar lebih menyentuh persoalan umat di tingkat akar rumput.
“Saya berdiri di sini bukan untuk dilayani, tetapi untuk memastikan suara ulama terdengar hingga ke pelosok desa di Riau. Dalam 100 hari kerja pertama, konsolidasi organisasi dengan MUI kabupaten/kota harus tuntas agar program berjalan sinkron dari pusat hingga daerah,” ujar Saidul Amin.
Ia juga menyoroti pentingnya kemandirian ekonomi organisasi agar fatwa yang dihasilkan tetap murni dan bebas dari intervensi kepentingan apa pun. Menurutnya, pemberdayaan zakat dan wakaf produktif akan didorong sebagai motor penggerak kemandirian MUI Riau.
Muswil ditutup dengan doa bersama dan sesi foto bersama sebagai simbol persatuan lintas generasi ulama di Provinsi Riau. Dengan kepengurusan baru, MUI Riau diharapkan mampu menjawab berbagai tantangan, mulai dari radikalisme, degradasi moral remaja, hingga persoalan lingkungan yang kerap melanda daerah tersebut. (rls)