UMRI Menyeberangi Laut Riset: Menjejak Jejak Ilmu di Negeri Jiran
Oleh : Agus Setiyono*

DI balik gemuruh birokrasi dan rutinitas kampus yang sering hanya ramai di papan pengumuman, Universitas Muhammadiyah Riau (UMRI) menorehkan jejak baru dalam lembaran perjalanan akademiknya. Hari ini, Rabu 6 Agustus 2025, pukul 10.00 WIB, UMRI secara resmi memulai implementasi kerja sama riset internasional dengan Universiti Malaysia Pahang Al-Sultan Abdullah (UMPSA). Bukan sekadar temu ramah atau foto bersama yang biasanya hanya menghiasi feed media sosial kampus, tetapi ini adalah lompatan serius dalam dunia keilmuan: collaboration research dan mobility student.
Program unggulan dalam kerja sama ini adalah Matching Grant senilai 10.000 Ringgit Malaysia dari masing-masing kampus dan riset bersama dalam bidang Network Pharmacology, sebuah pendekatan baru dalam studi pengobatan yang menjembatani farmakologi klasik dengan jaringan biologis modern. Di Indonesia, istilah ini mungkin masih terdengar seperti mantra yang belum sempat dibaca, apalagi dipahami. Tapi di tangan para akademisi muda, mimpi ini sedang dipahat menjadi kenyataan.
Selama satu bulan penuh, Muhammad Idris, mahasiswa Kimia UMRI, akan bergumul dengan data, diskusi, dan detak ilmu di laboratorium canggih milik Bioaromatic Research Centre UMPSA. Di bawah bimbingan langsung Dr. Fasihi Aluwi, seorang pakar yang namanya kerap menghiasi jurnal bereputasi internasional, dan didampingi oleh Miah Rooney, kegiatan ini menjadi benih awal dari kolaborasi riset lintas batas negara yang menjanjikan.
“Ini bukan hanya tentang mobilitas fisik mahasiswa, tetapi mobilitas pemikiran dan peradaban,” ujar Dr. Jufrizal Syahri, Wakil Rektor III UMRI sekaligus ketua peneliti Matching Grant dari pihak Indonesia. Ia hadir bersama Dr. Prasetya, Dekan FMIPA dan Kesehatan, yang menegaskan bahwa kerja sama ini adalah cara UMRI untuk mempercepat lompatan akademik melalui jejaring riset global.
Di pihak UMPSA, hadir pula pimpinan dari Bioaromatic Research Centre, mempertegas komitmen kampus Malaysia tersebut dalam mendukung riset transnasional. Network Pharmacology, yang selama ini masih seperti bintang kejora di langit laboratorium kampus-kampus elit dunia, kini perlahan mulai ditarik lebih dekat ke bumi Melayu, lewat kerja keras dan keberanian melampaui zona nyaman.
UMRI, dari Riau Menuju Dunia
Langkah ini tak sekadar membuktikan bahwa kampus di jantung Riau bisa berbicara dalam bahasa riset dunia, tetapi juga menunjukkan bahwa akademisi muda Indonesia tak lagi cukup puas menjadi penonton dalam parade ilmu pengetahuan global.
Mobilitas mahasiswa bukanlah pelesiran berkedok akademik. Matching Grant bukanlah proyek yang hanya berakhir dalam laporan SPJ. Kerja sama ini adalah ikhtiar untuk menjadikan UMRI sebagai garda terdepan dalam pengembangan Network Pharmacology di Indonesia, bukan sekadar sebagai pengikut tren, tapi sebagai penggagas langkah.
“Ke depan, kami berkomitmen memperluas jejaring riset internasional, tidak hanya ke Malaysia, tapi ke berbagai negara. Publikasi dosen harus meningkat, kualitas penelitian harus kuat, dan UMRI harus bisa bicara di panggung global,” pungkas Dr. Jufrizal.
Tentu, dalam dunia akademik yang sering digoda oleh godaan seminar tanpa substansi dan publikasi berbayar tanpa kualitas, langkah UMRI dan UMPSA ini perlu diapresiasi dengan harapan dan juga dengan pengawasan. Sebab ilmu adalah anak kandung dari kejujuran, dan riset adalah rumah suci bagi nalar yang merdeka.
Selamat menempuh perjalanan panjang, UMRI. Semoga bukan hanya mahasiswa yang bermobilitas, tapi juga harapan dan semangat keilmuan yang terus bergerak melintasi batas-batas negara dan ego sektoral. Karena ilmu, sejatinya, adalah bahasa yang menyatukan peradaban.
Fastabiqul Khoirot
*Pegiat dakwah Online Jambi
What's Your Reaction?






